Kalimat yang membangkitkan emosi dalam pidato persuasif bertujuan untuk mempengaruhi pendengar bukan hanya melalui logika, tetapi juga dengan menyentuh perasaan mereka. Sebagai ilustrasi, alih-alih hanya menyatakan “Banyak anak yang kekurangan gizi,” seorang orator dapat mengatakan, “Bayangkan, ratusan ribu anak di negeri ini, perut mereka keroncongan, tubuh mereka kurus kering, masa depan mereka terancam kelaparan.” Perbedaannya terletak pada bagaimana kalimat kedua membangkitkan rasa empati dan keprihatinan.
Penggunaan bahasa emotif merupakan strategi penting dalam retorika persuasif. Dengan membangkitkan emosi seperti kegembiraan, kesedihan, kemarahan, atau kebanggaan, seorang pembicara dapat menciptakan koneksi yang lebih kuat dengan audiens. Koneksi ini meningkatkan kemungkinan pendengar menerima pesan dan tergerak untuk bertindak sesuai dengan tujuan pidato. Teknik ini telah digunakan sejak zaman Yunani kuno oleh para orator seperti Aristoteles dan Cicero yang menyadari kekuatan emosi dalam mempengaruhi publik.